Politisi PKS: Orang Tua Harus Dilatih Dampingi Siswa Belajar di Rumah

Orang Tua Harus Dilatih Dampingi Siswa Belajar di Rumah
Komisi X DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa mengatakan dalam Rapat Kerja bersama Mendikbud di Gedung DPR bahwa Program Belajar di Rumah di TVRI harus digunakan untuk melatih orang tua mendampingi siswa dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ), Kamis, 3 September 2020.

Progresnews.id, Jakarta – Program Belajar di Rumah di TVRI harus digunakan untuk melatih orang tua mendampingi siswa dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa dalam Rapat Kerja bersama Mendikbud di Gedung DPR (3/9).

Menurutnya, Kemendikbud perlu memberikan bimbingan terhadap orang tua dalam mendampingi anaknya ketika belajar di rumah selama masa pandemi Covid-19.

“Perlu dibantu supaya ada ketercapaian pendidikan. Mau disederhanakan kurikulumnya seperti apa, tapi pendamping terbesar tetaplah orang tua,” ujar Ledia, dilansir dari CNN.

Karena itu, Ledia menekankan bahwa Program TVRI khusus untuk orang tua harus bisa diaplikasikan.

Selain melatih guru, lanjut Ledia, Kemendikbud juga perlu melatih orang tua siswa. Guru sudah mempunyai kemampun cara mengajar meski konsep PJJ dilakukan secara mendadak.

Sedangkan orang tua yang tidak memiliki kemampuan mengajar yang baik atau tidak memiliki latar belakang pengajar akan kesulitan dalam mendampingi anaknya belajar dari rumah. Padahal, selama PJJ orang tualah yang berperan sebagai pengganti guru.

Selain itu, politikus PKS yang merupakan alumni Universitas Indonesia itu juga menyarankan ekonomi keluarga mahasasiwa selama masa pandemi juga perlu diperhatikan oleh Mendikbud.

Mahasiswa harus mendapat bantuan ekonomi di luar beasiswa Bidikmisi dan peserta program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK).

Menurut Ledia, pada dasarnya bantuan mahasiswa dalam bentuk KIPK dan Bidikmisi memang penting, namun bantuan  UKT tetap perlu diperhatikan. Jika tidak, lanjutnya, maka dikhawatirkan akan banyak mahasiswa yang putus kuliah karena kelangkaan biaya.

Sementara itu, di laman resmi Kemendikbud, untuk tahun 2021, Kemendikbud telah mematok Bidikmisi dan KIPK diterima 1.095.000 mahasiswa. Sedangkan untuk Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADiK) ditargetkan 7.252 mahasiswa. Kemudian 17.927.992 siswa ditargetkan untuk Program Indonesi Pintar.

Anggaran yang telah disiapkan Kemendikbud untuk Program Indonesia Pintar ialah sebesar Rp. 9,6 triliun dan untuk KIPK Rp. 10 triliun. Dana tersebut dimasukkan ke dalam anggaran biaya pendidikan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengungkapkan kebijakan tersebut banyak menuai kritik memberikan kebebasan kepada guru dan sekolah dalam berinovasi.

“Banyak kritik dan saran kemerdekaan tidak bisa efektif kalau kualitas SDM tidak memadai,” ungkap Nadiem dalam rapat kerja yang dilaksanakan di Senyan tersebut.

Kebebasan berinovasi, lanjut Nadiem, dapat dilakukan jika guru mempunyai standar kompetensi yang baik. Karena itu, pihaknya hendak berfokus terhadap pengembangan program guru penggerak.

Mantan bos perusahaan ojek online tersebut mencetuskan program guru penggerak dengan tujuan untuk mencari guru dengan standar kompetensi tinggi dan edukasi kepemimpinan.

Melalui program tersebut, guru bisa mengajar sebagai guru penggerak di sekolah, atau berkarir sebagai kepala dan pengawas sekolah jika mempuni.

Nadiem menjelaskan sekolah penggerak merupakan satu sekolah yang di dalamnya terdapa kepala sekolah yang berasal dari guru penggerak, dengan jumlah guru penggerak yang signifikan.

“Sekolah menjadi contoh dan tempat pelatihan bagi sekolah-sekolah di sekitarnya. Yang membedakan bukan fasilitas. Tapi sekolah penggerak memiliki rasio penggerak yang signifikan,” jelasnya.

Kebijakan Mendikbud tersebut memunculkan kritik dari banyak pihak, mulai dari guru hingga pemerhati pendidikan. Mereka menganggap pria yang kerap dipanggil ‘mas menteri’ tersebut keliru memberikan kebebasan yang tinggi terhadap sekolah dalam kondisi pendidikan di masa pandemi.

Contohnya pada saat pertama kebijakan PJJ diterapkan. Banyak kritik yang bermunculan karena lambatnya pengeluaran kurikulum darurat serta instruksi hanya diterbitkan melalui surat edaran.

Kontributor: Irfan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *